Halaman

RINERLIS SITUMORANG

Minggu, 11 Desember 2011

Perjuangan Ahmad Yani


BAB I
PENDAHULUAN
            Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (juga dieja Achmad Yani; lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun) adalah seorang pahlawan revolusi dan nasional Indonesia.
            Beliau dikenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat sejak tahun 1962, ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Karena itulah beliau menjadi salah satu target PKI yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD melalui G30S (Gerakan Tiga Puluh September). Ia ditembak di ruang makan di rumahnya,Jalan Lembang D58,Menteng pada jam 04.35 tanggal 1 Oktober 1965. Mayatnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya.[1]
            Jabatan terakhir sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat(Men/Pangad) sejak tahun 1962. Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenderal Ahmad Yani Sang ‘Pahlawan Revolusi’

Jenderal TNI Anumerta AChmad Yani (Purworejo, 19 Juni 1922- Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Pendidikan formal diawalinya di HIS (setingkat Sekolah Dasar) Bogor, yang diselesaikannya pada tahun 1935. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya ke MULO (setingkat Sekolah Menegah Pertama) kelas B Afd. Bogor. Dari sana ia tamat pada tahun 1938, selanjutnya ia masuk ke AMS (setingkat Sekolah Menengah Umum) bagian B Afd. Jakarta. Sekolah ini dijalaninya hanya sampai kelas dua, sehubungan dengan adanya milisi yang diumumkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Achmad Yani kemudian mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan secara lebih intensif di Bogor. Dari sana ia mengawali karir militernya dengan pangkat Sersan. Kemudian setelah tahun 1942 yakni setelah pendudukan Jepang di Indonesia, ia juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
Berbagai prestasi pernah diraihnya pada masa perang kemerdekaan. Achmad Yani berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto. ketika Agresi Militer Pertama Belanda terjadi, pasukan Achmad Yani yang beroperasi di daerah Pingit berhasil menahan serangan Belanda di daerah tersebut. Maka saat Agresi Militer Kedua Belanda terjadi, ia dipercayakan memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan Kedu. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang membuat kekacauan di daerah Jawa Tengah. Ketika itu dibentuk pasukan Banteng Raiders yang diberi latihan khusus hingga pasukan DI/TII pun berhasil dikalahkan. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, ia kembali ke Staf Angkatan Darat.
Pada tahun 1955, Achmad Yani disekolahkan pada Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Pada tahun 1956, ia juga mengikuti pendidikan selama dua bulan pada Spesial Warfare Course di Inggris. Tahun 1958 saat pemberontakan PRRI terjadi di Sumatera Barat, Achmad Yani yang masih berpangkat Kolonel diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus untuk memimpin penumpasan pemberontakan PRRI dan berhasil menumpasnya. Hingga pada tahun 1962, ia diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Achmad Yani selalu berbeda paham dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Oleh karena itu, ia menjadi salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI Angkatan Darat melalui Pemberontakan G30S/PKI (Gerakan Tiga Puluh September/PKI). Achmad Yani ditembak di depan kamar tidurnya pada tanggal 1 Oktober 1965 (dinihari). Jenazahnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur dan dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Achmad Yani gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Pangkat sebelumnya sebagai Letnan Jenderal dinaikkan satu tingkat (sebagai penghargaan) menjadi Jenderal.
B. Biodata Ahmad Yani
Nama                         : Ahmad Yani
Riwayat hidup            :
-         HIS (setingkat SD) Bogor, tamat tahun 1935
-         MULO (setingkat SMP) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938
-         AMS (setingkat SMU) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940
Pendidikan Militer     :
-         Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang
-         Pendidikan Heiho di Magelang
-         Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor
-         Command and General Staf College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA, tahun 1955
-         Spesial Warfare Course di Inggris, tahun 1956

Riwayat Karir            :
Jabatan Terakhir       : Menteri Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) sejak tahun 1962
Bintang Kehormatan :
-         Bintang RI Kelas II
-         Bintang Sakti
-         Bintang Gerilya
-         Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II
-         Satyalancana Kesetyaan VII, XVI
-         Satyalancana G:O.M. I dan VI
-         Satyalancana Sapta Marga (PRRI)
-         Satyalancana Irian Barat (Trikora)
-         Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958)
Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi
            Lahir di Purworejo 19 Juni 1922. Pendidikan yang ditempuh HIS tahun 1935, MULO tahun 1938, dan AMS. Selesai pendidikan Syodanco pada Boei Gyugim Kanbu Renseitai di Bogor tahun 1943 dan dinyatakan lulus sebagai siswa terbaik. Ia ditempatkan di Magelang menjadi Komandan Dai Ici Syodan Dan San Cudan (Komandan seksi I Kompi 3 batalyon 2).
            Tanggal 9 Agustus Jepang membubarkan semua organisasi kemiliteran, senjata mereka dilucuti dan anggautanya disuruh pulang ke kampung halamannya.
            Achmad Yani mengumpulkan kembali anak buahnya dan berhasil menghimpn kekuatan satu batalyon. Pasukan ini pada tanggal 24 September 1945 bentrok dengan Jepang di bukit Tidar Magelang dan ikut pula dalam pelucutan senjata terhadap Nakamura Butai serta perebutan senjata di Hotel Nakata.
            Setelah TKR terbentuk, pasukan Yani menjadi Batalyon 4 dari Resimen 14 di Magelang dan diangkat menjadi komandannya. Ia memimpin pasukannya dalam pertempuran melawan sekutu di Ambarawa.

            Ketika Agresi Militer I, pasukan Yani bertugas menghadang serangan Belanda dari Semarang ke arah Selatan. Dalam pertempuran di Pingit, pasukan Yani dapat mengungguli pasukan Belanda.
            Bulan September 1948, pangkat Achmad Yani dinaikkan menjadi LetKol dan jabatannya sebagai komandan Brigade Diponegoro. Pada saat PKI mengadakan pembrontakan yang berpusat di Madiun, Yani mengirim Batalyon Suryosumpeno untuk menumpas pemberontakan tersebut di sekitar Grobogan.
            Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militernya ke II. Untuk menghadapi agresi tersebut dilaksanakan perang gerilya dengan membentuk daerah-daerah militer yang disebut Wehrkreise (WK). Yani menjadi komandan WK II di daerah Kedu menghadapi Brigade Victoria di bawah pimpinan Letkol Van Zonten.
Dengan diakuinya kedaulatan RI dari Belanda, selesailah perang kemerdekaan, namun tugas Yani belum selesai karena di Kebumen terjadi pemberontakan yang dipimpin Kyai Somolangu di Kudus meletus pemberontakan Batlyon 426 dipimpin Mayor unawar dan Kapten Alip dan daerah di sekitar Brebes diganggu gerombolan DI/TII. Untuk menghadapi pemberontakan tersebut, Yani mendidik pasukan khusus yakni Batalyon Benteng Raiders pada tanggal 25 Maret 1952 sehingga berhasil menumpas gerombolan tersebut.
            Tahun 1955-1956 Yani mengikuti pendidikan pada Command Staff Collage di Fort Leavenworthy AS. Selesai pendidikan ia diangkat menjadi Asisten II (Operasi) Markas Besar Angkatan Darat dan tak lama kemudian menjadi Deputy I (Operasi). Pangkatnya naik menjadi kolonel.
            Dalam pertempuran PRRI di Sumatera Barat pada bulan 1958, ia memimpin Operasi 17 Agustus dengan pasukan yang terdiri dari AD, AL, dan Kepolisian. Dalam waktu singkat dapat melemahkan kekuatan PRRI.
            Setelah selesai menumpas pemberontakan PRRI, Yani diangkat menjadi Deputy II (Pembinaan) di Markas Besar Angkatan Darat disamping jabatan Deputy Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk Indonesia Bagian Timur dan akhirnya sebagai KASAD. Pada tanggal 1 Januari 1963 Achmad Yani memperoleh kenaikan pangkat Mayor Jenderal dan setahun kemudian menjadi Letnan Jenderal.
            Sementara itu kekuatan PKI di bidang politik sudah sangat besar. Dengan alasan adanya ancaman dari negara asing terhadap RI, PKI menyarankan kepada Presiden Soekarno agar dibentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai. Achmad Yani dengan tegas menolak gagasan tersebut. Ia juga menolak usul Nasakomisasi ABRI.
            Tanggal 1 Oktober dini hari 1965, G.30.S/PKI menculik Achmad Yani. Ia dibawa ke daerah Lubang Buaya dan dibunuh. Mayatnya dimasukkan ke sumur tua bersama perwira lainnya yang berhasil diculik. Tanggal 3 Oktober sumur tua itu dapat ditemukan oleh satuan ABRI setelah daerah Lubang Buaya dan sekitarnya dibersihkan dari gerombolan PKI. Tanggal 5 Oktober 1965 bertepatan dengan ulang tahun ke 20 ABRI. Jenazahnya beserta perwira-perwira lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
            Tanggal 5 Oktober 1965 Let Jen Achmad Yani ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan secara Anumerta.
            Keberhasilan dalam tugas kerap diiringi dengan kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat, tentu berkorelasi dengan meningkatnya resiko! Jangankan seorang Achmad Yani dengana korps AD, di lingkungan kita saja kerap ada orang-orang yang kurang suka dengan keberhasilan kita. Jadi sungguh bukan sesuatu yang aneh bila Achmad Yani sukses dalam memimpin pertempuran melawan Belanda namun nyawanya mesti berakhir oleh anggauta TNI AD juga!!! Barangkali caranya itu yang sungguh amat tak terduga !!



C. Achmad Yani Tumbal Revolusi 
            Mengapa Jenderal Achmad Yani menjadi salah satu target pembunuhan dalam tragedi Gerakan 1 Oktober 1965? Apakah karena perlawanannya terhadap PKI dan sikap tegasnya pada Bung Karno?
            Achmad Yani adalah sosok yang sangat inspiratif dan setia pada perjuangan revolusi: mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan kesatuan Republik Indonesia. Ia dikenal sebagai tentara cerdas dan lugas, perancang strategi perang, pemberani, dan konsisten dengan profesinya.
            Sejarah mencatatnya sebagai De Reder van Magelang, karena keberhasilannya merebut kembali kota Magelang dari cengkeraman Belanda; ia berhasil menumpas pemberontakan PRRI dengan "Operasi 17 Agustus" pada 1958; dan ia juga berhasil menumpas pemberontakan DI/TII di jawa tengah dengan pasukan Banteng Raiders yang dia bentuk.
            Sikap tegas dan karir militernya yang cemerlang telah mengantarkan dirinya pada posisi puncak sebagai militer dan menjadikan dirinya dekat dengan Bung Karno. Oleh Bung Karno, ia dipercaya untuk melakukan misi pembelian senjata ke luar negeri dalam rangka memperkuat Angkatan Darat dan dipercaya sebagai Kepala Staf Komando Tertinggi. Tapi, mengapa tokoh yang dikenal sebagai 'anak emas' Bung Karno ini akhirnya bersitegang dengan Bung Karno, dan bahkan dibunuh dalam tragedi gerakan 1 Oktober 1965 oleh komplotan Letkol Untung dengan Dewan Revolusi?
            Sebagai seorang nasionalis sejati, Yani telah siap menjadi martir demi tanah airnya, menghadapi PKI yang hegemonik saat itu. Seperti yang telah dia katakan pada Seminar Angkatan Darat dalam menyusun doktrin revolusioner, 2 April 1965 di Bandung, "Mulai saat ini kita tidak akan mundur selangkah pun terhadap PKI!"
Dan benar, akhirnya Yani menjadi tumbal revolusi.

BAB III
KESIMPULAN

            Sikap tegas dan karir militernya yang cemerlang telah mengantarkan dirinya pada posisi puncak sebagai militer dan menjadikan dirinya dekat dengan Bung Karno. Oleh Bung Karno, ia dipercaya untuk melakukan misi pembelian senjata ke luar negeri dalam rangka memperkuat Angkatan Darat dan dipercaya sebagai Kepala Staf Komando Tertinggi. Tapi, mengapa tokoh yang dikenal sebagai 'anak emas' Bung Karno ini akhirnya bersitegang dengan Bung Karno, dan bahkan dibunuh dalam tragedi gerakan 1 Oktober 1965 oleh komplotan Letkol Untung dengan Dewan Revolusi?
            Sebagai seorang nasionalis sejati, Yani telah siap menjadi martir demi tanah airnya, menghadapi PKI yang hegemonik saat itu. Seperti yang telah dia katakan pada Seminar Angkatan Darat dalam menyusun doktrin revolusioner, 2 April 1965 di Bandung, "Mulai saat ini kita tidak akan mundur selangkah pun terhadap PKI!"


DAFTAR PUSTAKA


1 komentar:

  1. Mantap bos.. sejarah yg lengkap ttg Ahmad Yani. berkunjung bos ke blog ane.
    https://sejarahovi.blogspot.com

    BalasHapus