Halaman

RINERLIS SITUMORANG

Senin, 02 Juli 2012

UPAYA MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS MELALUI MODEL PEMBERIAN MOTIVASI


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

           Kenyataan yang terjadi pada saat ini dilapangan,  anak selalu kurang disiplin dan kurang memiliki rasa tanggung jawab    di sekolah,  tidak membuat pekerjaan rumah, mencoret coret bangku, tidak biasa antre, pada saat upacara bendera tidak tertib, tidak berpakian dengan rapi, sering datang terlambat, menyerahkan tugas tidak tepat waktu, di dalam kelas selalu mengganggu teman, sering berkelahi, kurang hormat pada guru. Hal hal ini merupakan dasar dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa. Kalau kebiasan ini tidak menemukan pemecahan masalahnya maka tujuan pendidikan nasional akan sulit  terwujud. 
           Berbagai faktor yang mempengaruhi anak kurang menunjukkan sikap disiplin, diantaranya lemahnya perhatian orang tua kepada anaknya  dikarenakan orang tua selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, keluarga yang home broken, pengaruh pergaulan dilingkungan sekitar anak ,  adanya perkembangan media  elektronik, kurang demokratisnya pendekatan dari orang tua maupun guru yang ada disekolah.
           Dengan memberikan sanksi berjenjang di sekolah pada siswa diharapkan dapat merubah sikap dari kurang disiplin dan kurang bertanggung jawab menjadi anak yang berdisiplin dan bertanggung jawab.

1.2.  Identifikasi Masalah

           Adapun identifikasi masalah yang peneliti dapatkan adalah sebagai berikut.
  1. Bahwa pendidikan itu adalah suatu proses perkembangan pribadi seseorang yang banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari  luar seseorang . Faktor luar salah satunya adalah pengaruh lingkungan terhadap diri siswa seperti alat pendidikan, metoda pendidikan, media pendidikan, sarana dan prasarana. Alat pendidkan salah satu diantaranya sanksi yang berjenjang. Hal ini tentu akan memberikan dampak terhadap pola tingkah laku dan kebiasaan siswa di sekolah dan selanjutnya akan dibawa dalam kehidupan selanjutnya.
  2. Dalam proses pendidikan yang berlangsung secara formal di sekolah guru sebagai pendidik, motivator, fasilitator akan sangat memberikan dampak terhadap perilaku dan kebiasan murid itu sendiri. Sebagai pendidik guru disekolah akan menjadi toladan bagi anak didik. Sikap dan perilakunya biasanya akan ditiru oleh anak didik.
  3. Sekolah dasar  yang merupakan jenjang pendidikan dasar seharusnya  menegakkan tata tertib sekolah seperti pada sekolah sekolah formal pada tingkat lebih tinggi. Dengan penegakaan peraturan yang berlaku disekolah tentu akan menjadi kebiasaan bagi siswa itu sendiri untuk belajar bertanggung jawab dan berdisiplin. Sekolah yang tidak menegakkan tata tertib, siswanya akan acuh tak acuh, karena apapun yang  mereka  ( siswa ) lakukan tidak akan pernah merasa ada resiko, beban  yang akan dikenakan akibat bertingkah laku yang kurang baik atau bertingkah laku yang salah.
  4. Di dalam lingkungan sekolah siswa perlu mendapat pengawasan sehari hari dalam bertingkah laku dan bertindak. Pola tingkah laku itu hendaknya diarahkan kepada etika dan tata krama , sehingga menjadi kebiasaan yang  mereka sehari hari. Jadi semua komponen dan pelaksana yang di sekolah harus pula berpola dan berbuat  sesuai dengan etika dan tata krama yang berlaku.






BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Penerapan  Sikap Disiplin Dalam Pendidikan.
         Dalam arti yang luas disiplin mencakup setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk membantu siswa agar mereka dapat mamahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan siswa terhadap lingkungannya. Dengan disiplin siswa  diharapkan bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan mejauhi larangan tertentu. Kesedian semacam ini harus dipelajari dan harus secara sabar diterima dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas di sekolah, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Jadi menegakkan desiplin tidak bertujuan untuk” mengurangi kebebasan dan kemerdekaan peserta didik akan sebaliknya ingin memberikan kemerdekaan yang lebih besar kepada peserta didik  dalam batas batas kemampuannya . Akan tetapi jika kebebasan peserta didik terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka peserta didik akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan” ( Drs. Ahmad Rohani HM  dkk, ; 126 )
           Sesuai dengan pendapat tersebut desiplin  yang dilaksanakan disekolah terhadap siswa, siswa akan  belajar hidup dengan pembiasaan  yang baik, positif dan bermanfat bagi dirinya dan lingkungannya baik pada saat bersekolah maupun untuk bekal hidup dikemudian hari. Tetapi pendekatan dengan penegakan disiplin tersebut janganlah sampai membuat siswa tertekan, dan penerapannya harus pula demokratis dalam artian mendidik.
           Namun demikian mulianya tujuan penegakan disiplin seringkali tidak mendapat respons yang positif dari siswa hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu:
a.       Kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter yang menyebabkan sikap siswa yang agresif ingin brontak akibat kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi,
b.      Kurang diperhatikannya kelompok minoritas baik yang berada diatas rata-rata maupun yang berada dibawah rata-rata dalam berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan di sekolah,
c.       Siswa kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam tanggung  sekolah,
d.      Latar belakang kehidupan keluarga dan
e.       Sekolah kurang mengadakan kerja sama dan saling melepas tanggung jawab.
Diantara penyebab pelanggaran tersebut pelanggaran yang umum sering terjadi karena :
1.      Kebosanan siswa dalam kelas,  dikarenakan yang dikerjakan siswa monoton tidak ada variasai dalam proses pembelajaran.
2.      Siswa kurang mendapat perhatian dan apresiasi yang wajar bagi mereka yang berhasil.
Untuk mengatasi hal ini seorang guru sebagai pendidik harus memilih strategi, metoda dan berbagai pendekatan yang bervariasi agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai.
            Dalam rangka meningkatkan disiplin dan rasa tanggung jawab siswa di sekolah, seorang guru harus menyatakan peraturan dan konsekuensinya bila  siswa melanggarnya ” konsekuensi ini dilakukan secara bertahap dimulai dari peringatan, teguran, memberi tanda cek , disuruh menghadap Kepala Sekolah dan atau dilaporkan kepada orang tuanya tentang pelanggaran yan dilakukannya di sekolah ”,  ( Drs. Ahmad Rohani HM  dkk, 1991; 131 ).
            Sesuai dengan pendapat ini bahwa pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan perilaku dan sikap mental dengan melatih serta mengembangkannya ke arah nilai sikap yang positif. Untuk membina, menumbuhkan sikap mental dan perilaku yang  baik ini, maka  alat pendidikan  seperti menerapkan  disiplin, memberi tugas dan  tanggung jawab kepada siswa sesuai dengan kemampuannya perlu dilakukan.
           Pembinaan mental dan sikap ini dapat dilakukan melalui sanksi yang berjenjang . Dengan demikian bekal pendidikan yang berisi penambahan pengetahuan, ketrampilan  dan nilai-nilai serta sikap-sikap haruslah darahkan. Mengembangkan sikap sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dan kehidupan kini, disini dan akan datang seperti sikap-sikap : hemat, sederhana, disiplin, selalu berikhtiar, menghargai waktu, berorientasi pada masa depan, berusaha mengatasi alam, misalnya  menggunakan payung bila hujan, percaya pada diri sendiri, bekerja untuk menaikkan prestasi, meminta upah atau bayaran bila telah selesai menunaikan tugas dan sebagainya” ( Tim Dosen FIP-IKIP  Malang, Usaha Nasional,1980; 224 )
2.2. Penerapan Disiplin Melalui Pembiasaan.
          Pembiasaan dengan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh yang positif bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai suatu aturan yang mengekang kebebasan peserta didik. Akan tetapi bila aturan ini dirasakan sebagai suatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan diri sendiri dan kebaikan bersama, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju ke arah disiplin diri sendiri ( self discipline ).
           Disiplin tidak lagi merupakan suatu yang datang dari luar yang memberikan keterbatasan tertentu akan tetapi disiplin telah merupakan aturan yang datang dari dalam dirinya sebagai suatu hal yang wajar dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
           Pengalaman  utama  dalam pelaksanaan disiplin akan memberikan kerangka dalam keteraturan hidup selanjutnya. ”Disiplin diri sendiri hanya akan tumbuh dalam suatu suasana di mana antara guru dan para peserta didik terjalin sikap persahabatan yang berakar pada dasar saling hormat menghormati dan saling mempercayai,” ( Drs Ahmad Rohani HM dkk,1991;134 ). Jadi sesuai dengan pendapat ini berarti disiplin harus diterapkan dalam kerangka dan batas yang demokratis serta pedagogis.
2.3. Pendidikan Melalui Tanggung Jawab.
            Dalam buku” On Becoming A Personal Excellent”, tahun 2006, hal 104, oleh Drs. Waidi, MBA.Ed, yang dikutif dari buku  ” Quantum Teaching, Dobbi Deporter dkk, menyebutkan bahawa salah satu keberhasilan mendidik siswa adalah dengan cara memberinya tanggung jawab” Demikian juga Soemarno Soedarsono  dalam bukunya” Character Building” mengatakan bahwa karakter seseorang dapat dibentuk dengan pemberian tanggung jawab.    
           Tanggung jawab merupakan indikator penting bahwa seseorang memiliki nilai lebih : kualitas merupakan dambaan banyak orang. Dalam setiap tindakan apabila tidak dilandasi tanggung jawab biasanya seseorang akan ceroboh. Lebih jauh Soemarno Soedarsono mengatakan  bahwa tanggung jawab merupakan hal yang sangat urgen  dalam pembentukan watak seseorang . Oleh karena itu sudah saatnya dunia pendidikan kita harus merubah orientasinya dari orientasi  kognitif ke arah orientasi   afektif ( tanggung jawab ) atau dari orientasi kecerdasan intlektual ( IQ )  ke  arah  kecerdasan  spiritual ( SQ )  dan   emosional ( ESQ ).­­
           Seseorang yang tidak mengambil tanggung jawab tidak akan pernah belajar. Di dalam tanggung jawab ada sejumlah media  pembelajaran, seperti resiko, kesulitan dan keberanian mental. Hal ini akan menyebabkan seseorang tumbuh dewasa. Orang yang pintar, cerdas dan terampil apabila tidak memiliki tanggung jawab tidak ada orang yang akan memanfaatkan keterampilannya tersebut. 
           Untuk itulah seorang anak dalam proses pendidikan baik formal maupun non formal perlu dilatih agar memiliki rasa tanggung jawab.
2.4. Interaksi Pendidikan.
           Di dalam pendidikan, komunikasi antara komunikator dan komunikan  di dalamnya  terjadi umpan balik antara guru dan murid. Intraksi semacam ini disebut interaksi edukatif, yaitu interaksi yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan. Dalam interaksi semacam ini terjadi siswa yang belajar dan guru yang mendidik serta mengajar keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan.  
           Siswa yang belajar mengembangkan potensi seoptimal mungkin, sehingga tujuan tercapai sesuai dengan apa yang dicita-citakan di dalam dirinya. Dalam interaksi seperti ini siwa membutuhkan situasi dan kondisi yang memungkinkan serta menunjang berkembangnya potensi dalam dirinya. Siswa tidak sekedar sebagai objek saja, tetapi terutama sebagai subyek yang belajar.  
           Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam interaksi antara guru dan murid adalah :
  1. Interaksi bersifat edukatif,
  2. Dalam interaksi terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sebagai hasil belajar-mengajar,
  3. Peranan dan kedudukan guru yang tepat dalam proses interaksi belajar-mengajar,
  4. Interaksi dalam proses belajar-mengajar,
  5. Sarana kegiatan proses belajar-mengajar yang tersedia, yang membantu tercapainya interaksi belajar-mengajar secara efektif dan efesien”, ( Dra.Ny.Roestiyah NK,.1986; 37 )
           Jadi menurut pendapat tersebut diatas maka dalam interaksi antara guru dan murid, guru berfungsi sebagai pendidik, pengajar, pemimpin, fasilitator dan pengganti orang tua dirumah. Sebagai pengajar artinya guru menyediakan situasi dan kondisi belajar siswa untuk mencapai tujuan pendidikan artinya menyediakan seperangkat pengetahuan, sikap dan ketrampilan serta sarana maupun prasarana. Guru sebagai pemimpin artinya harus bersikap demokratis, terbuka mau mendengarkan pendapat orang lain, keluhan, perasaan, ide muridnya, serta bersedia bekerjasama, saling mengerti dan toleransi. Jadi guru tidak berkuasa penuh, bertindak atas pertimbangan menguntungkan dirinya saja, tanpa memikirkan kepentingan siswanya. Disamping itu guru tidak boleh bersifat masa bodoh, melainkan mau bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan siswanya.
           Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan hubungan guru dan murid, sering terjadi hambatan-hambatan  dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Hambatan-hambatan itu dikarenakan siswa kurang berdisiplin tidak menghormati guru dan selalu mengganggu temannya yang sedang belajar kurang memiliki rasa tanggung jawab. Dalam hal seperti inilah, maka peranan guru sebagai pemimpin dalam menentukan strategi, memilih metode dan pendekatan yang bervariasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Perilaku siswa dalam interaksi seperti ini ada yang positif dan negatif. Perilaku yang positif perlu mendapat apresiasi, pujian, dan pemberian hadiah. Seorang ahli yang terkenal Thorndike, dalam buku psikiologi pendidikan oleh Toya,1985, 42 menyebutkan ”respons yang dihargai cenderung diulang pada situasi tertentu, sedang respons yang tidak diberi penghargaan cenderung untuk tidak diulang”.
           Sesuai dengan pendapat ini berarti, tingkah laku apapun yang dilakukan siswa baik didalam kelas maupun di luar kelas yang bersifat positif perlu diberikan aspresiasi. Disamping memberikan penghargaan dalam interaksi dikenal pula hukuman atau sanksi. Hukuman atau sanksi serta penghargaan, apresiasi yang diberikan kepada siswa harus didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: a. Penghargaan atau hukuman diberikan atas dasar fungsi yang sebenarnya artinya pada situasi tertentu penghargaan atau hukuman perlu diberikan secara tepat. b. Penghargaan atau hukuman diberikan disesuaikan dengan tingkah laku dan kepribadian siswa. c. Penghargaan atau hukuman harus dikaitkan dengan tujuan yang jelas artinya diarahkan untuk mempermudah proses pendidikan.
           Jadi dalam memberikan sanksi atau hukuman kepada siswa dapat menekan tingkah laku yang kurang baik. Sedangkan apresiasi atau penghargaan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang dapat diulang pada situasi dan kondisi yang tepat. Dengan demikian apapun bentuk dan model intraksi edukatif disekolah pada umumnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Sesuai dengan pendapat bahwa,” intraksi belajar mengajar pada hakekatnya  bermaksud mengantarkan siswa mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya” ( Suprayekti, M.Pd, 2003; 6 )
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Kurang Disiplin
           Sikap siswa kurang desiplin di sekolah dipengaruhi dari berbagai faktor. Hal ini karena siswa  berasal dari berbagai latar belakang kehidupan sosial ekonomi maupun derajat pendidikan orang tuanya.
Faktor –faktor tersebut diantaranya adalah
a.             Sekolah kurang menerapkan disiplin. Sekolah yang kurang menerapkan disiplin, maka siswa  biasanya kurang bertanggung jawab karena siswa  menganggap tidak melaksanakan tugas pun  di sekolah tidak dikenakan sanksi, tidak dimarahi guru.
b.            Teman bergaul. Anak yang bergaul dengan anak  yang kurang baik perilakunya akan berpengaruh terhadap anak yang diajaknya berintraksi sehari hari..
c.             Cara hidup di lingkungan anak tinggal.  Anak yang tinggal di lingkungan hidupnya kurang baik, maka anak akan cendrung bersikap dan berperilaku kurang baik pula.
d.            Sikap orang tua. Anak yang dimanjakan oleh orang tuanya akan cendrung kurang bertanggung jawab dan takut menghadapi tantangan dan kesulitan kesulitan, begutu pula seballiknya anak yang sikap orang tuanya otoriter, maka anak akan menjadi penakut dan tidak berani mengambil keputusan dalam bertindak.
e.             Keluarga yang tidak harmonis. Anak yang tumbuh dikeluarga yang kurang harmonis ( home broken ) biasanya akan selalu mengganggu teman dan sikapnya kurang disiplin.
f.              Latar belakang kebiasan dan budaya. Budaya dan tingkat pendidikan orang tuanya akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak. Anak yang hidup dikeluarga yang baik dan tingkat pendidikan orang tunya bagus maka anak akan cendrung berperilaku yang baik pula.
           Bedasarkan uraian tersebut di atas maka sikap disiplin dan bertanggung jawab siswa sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. Bukan semat-mata dipengaruhi oleh faktor internal. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli  filsafat John Locke ( 1632 – 1704) mengajarkan” bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan terutama pendidikan. Beliau berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas putih  dan lingkungan tersebutlah yang akan ”menulisi” kertas putih tersebut” ( Tim Dosen IKIP Malang,1980,12).
            Jadi dengan demikian, bahwa lingkungan yang baiklah yang dapat membentuk dan membina pribadi yang ideal, dan buakan semata-mata dari bakat anak  tersebut.
2.6. Sanksi Sebagai Alat Pendidikan.
           Alat pendidkan adalah segala usaha atau tindakan yang dengan sengaja digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.  Penggunaan alat pendidikan  harus disesuaikan dengan tujuan , keadaan siswa, situasi pendidikan dan lingkungan pendidikan.
           Sering terjadi tindakan para pendidik memberikan kesan kurang mendidik bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan hilangnya kepercayaan siswa terhadap para pendidik atau guru di sekolah. Kerena banyak siswa yang selalu mengidentifikasikan diri dengan citra ( profil ) para pendidik yang selalu dihormati. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang tokoh pendidik Salzman, Beliua menulis buku ” Buku Semut” , ”Buku Kepiting”.”   Dalam Buku  Kepiting terlihat gambar pada halaman buku seekor induk kepiting dan anaknya sedang mengikuti induknya: ” Nak, jalan ikuti  ibu”. Anak menjawab” Ya, bu saya memang mengikuti jalannya ibu. Karena ibu berjalan begitu, maka saya juga berjalan demikian” ( Tim Dosen IKIP Malang, 1980,34 )
           Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pendidikan akan berlangsung dengan cara meniru atau mengikuti pola tingkah laku seorang tokoh. Dalam hal ini gurulah yang menjadi tokoh bagi anak di sekolah di samping pula orang tua di rumah.
2.7. Hal-hal yang perlu diketahui guru dalam menerapkan sikap     disiplin   dan tanggung jawab  pada siswa.
            Dalam menerapkan sanksi terhadap tindakan melanggar disiplin dan tanggung jawab pada siswa, perlu diperhatikan informasi tentang diri siswa itu sendiri. Tanpa mengetahui informasi tersebut guru akan kesulitan dalam menerapkan bimbingan menuju kearah perubahan perilaku yang positif.
           S Nasuton ( 2002 ) memerinci hal-hal yang harus diketahui guru tentang diri anak adalah:”
a)      Keterangan pribadi anak, nama orang tua/wali,tanggal masuk
b)      Kepandaian : angka rapor,hasil-hasil tes dan tingkat kelas
c)      Kesehatan”penyakit-penyakit,cacat badan dan kebiasaan hidup, serta perkembangan berat badan, tinggi badan dan sebagainya
d)      Keadaan rumah , pekerjaan ibu, bapak, pendidikan orang tua, agama orang tua, suasana rumah dan sebagainya
e)      Riwayat sekolah: kerajinan bersekolah, kemangkiran, hukuman yang diperoleh, hadiah dan pujian
f)        Kesanggupan siswa istimewa, hobi
g)      Sifat-sifat pribadi ( watak ), suka bergaul, pendiam, jujur dan sebagainya
h)      Cita cita untuk kemudian hari” ( Heri Sukarman, M.Sc.Ed, 20037 )
Sejalan dengan pendapat ini bahwa tanpa mengenal pribadi siswa seacara dekat maka proses pendidikan akan sulit dilakukan, karena siswa memiliki berbagai latar belakang, watak atau karakter tersebut diatas.

2.8. Pengertian Motivasi
Mc Donald (1959) merumuskan, bahwa "Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction", yang diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam rumusan tersebut ada tiga unsur yang saling berkaitan, ialah sebagai berikut:
a.             Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu pada sistem neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya : karena terjadinya perubahan dalam sistem pencernaan maka timbul motif lapar. Di samping itu, ada juga perubahan energi yang tidak diketahui.
b.             Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affective arousal). Mula-mula berupa ketegangan psikologis, lalu berupa suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang ber­motif. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya. Contoh : seseorang terlibat dalam suatu diskusi, dia tertarik pada masalah yang belum dibicarakan, karenanya dia bersuara/mengemukakan pendapatnya dengan kata-kata yang lancar dan cepat.
c.             Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi memberikan respons-respons ke arah suatu tujuan tertentu. Respons-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam diriinya. Tiap respons merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan. Contoh: si A ingin mendapat hadiah, maka ia belajar misalnya mengikuti ceramah, bertanya, membawa buku, menempuh tes, dan sebagainya.
Komponen-komponen motivasi. Motivasi memiliki dua kom­ponen, yakni komponen dalam (inner component) dan komponen luar (outer component). Komponen dalam ialah perubahan dalam diri sese­orang, keadaan merasa tidak puas, ketegangan psikologis. Komponen luar ialah keinginan, dan tujuan yang mengarahkan perbuatan sese­orang. Komponen dalam adalah kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak di­capai.
Analisis motivasi. Antara kebutuhan - motivasi - perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang erat. Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi karena seseorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Apabila tujuan tercapai, maka ia merasa puas. Tingkah laku yang memberikan kepuasan terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang kembali, sehingga menjadi lebih kuat dan mantap.
1).          Motivasi dan kebutuhan. Kebutuhan adalah kecenderungan-­kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbul­kan dorongan melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk men­capai tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya perubahan dalam diri organisme, atau disebabkan oleh rangsangan kejadian-kejadian di lingkungan organisme. Kebutuhan tersebut mendorong/menim­bulkan dorongan atau motivasi bagi seseorang untuk bertingkah laku/melakukan perbuatan tertentu.
2).          Motivasi dan drive. Drive adalah suatu perubahan dalam struktur neurophysiologis yang menjadi dasar organik daripada perubahan energi, yang disebut motivasi. Dengan kata lain, motivasi timbul disebabkan oleh perubahan-perubahan neurophysiologis. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi dan drive ternyata sangat erat.
3).          Motivasi dan tujuan. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu perbuatan, yang apabila tercapai akan memuaskan ke­butuhan individu. Tujuan yang jelas dan disadari akan mem­pengaruhi kebutuhan yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya motivasi. Ini berarti, bahwa suatu tujuan dapat juga membangkitkan motivasi dalam diri seseorang.
4).     Motivasi dan insentif. Insentif ialah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan dengan maksud merangsang siswa bekerja lebih giat dan lebih baik. Insentif dapat berupa hadiah, harapan. Lingkungan berupa guru atau orang lainnya yang berupaya mendorong moti­vasi siswa. Insentif dapat memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan siswa. Insentif dapat menjadi identik dengan tujuan atau menjadi tujuan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi dan insentif sangat erat.
Guru-guru sering menggunakan insentif untuk membangkitkan motivasi kepada peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Insentif ini akan bermanfaat bila mengandung tujuan yang dapat memberi kepuasan kepada kebutuhan psikologis peserta didik. Dalam keadaan ini, guru harus kreatif dan imajinatif dalam upaya menyediakan insentif tersebut.
2.9. Pentingnya Motivasi dalam Upaya Belajar dan Pembelajaran
Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya. Uraian di atas menunjukkan, bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi adalah :
1).     mendorong, timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
2).   motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan per­buatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3).     motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentu­kan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Guru bertanggung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswanya. Pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai, sebagai berikut :
1).   Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keber­hasilan secara optimal.
2).          Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. Pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.
3).    Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imaji­nitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-­cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan meme­lihara motivasi belajar siswa. Guru hendaknya berupaya agar para siswa memiliki motivasi sendiri (self motivation) yang baik.
4).    Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendaya­gunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas. Masalah disiplin kelas dapat timbul karena kegagalan dalam penggerakan motivasi belajar.
      


2.10. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar
Berdasarkan hasil penelitian yang saksama tentang upaya yang mendorong motivasi belajar siswa, khususnya pada sekolah yang menganut pandangan demokrasi pendidikan dan yang mengacu pada pengembangan self motivation. Kenneth H. Hoover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi belajar, sebagai berikut :
1).       Pujian lebih efektif daripada hukuman. Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat meng­hargai apa yang telah dilakukan. Karena itu, pujian lebih efektif dalam upaya mendorong motivasi belajar siswa.
2).       Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang perlu mendapat kepuasan. Kebutuhan-kebutuhan itu ber­wujud dalam bentuk yang berbeda-beda. Siswa yang dapat me­menuhi kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan belajar hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi belajar.
3).       Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi yang berasal dari luar. Motivasi dari dalam memberi kepuasan kepada individu sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri siswa itu sendiri.
4).       Tingkah laku (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan penguatan (reinforcement). Apabila suatu per­buatan belajar mencapai tujuan, maka terhadap perbuatan itu perlu segera diadakan pengulangan kembali setelah beberapa waktu kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Penguatan perlu dilakukan pada setiap tingkat pengalaman belajar.
5).       Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Guru yang berminat dan antusias dapat mempengaruhi siswa, sehingga berminat dan antusias pula, yang pada gilirannya akan mendorong motivasi rekan-rekannya, terutama dalam kelas bersangkutan.
6).       Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi belajar. Apabila siswa telah menyadari tujuan belajar dan pembelajaran yang hendak dicapainya, maka perbuatan belajar ke arah tujuan tersebut akan meningkat, karena daya dorongnya menjadi lebih besar.
7).       Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk melaksanakannya daripada tugas-­tugas yang dipaksakan dari luar. Guru perlu memberi kesem­patan kepada siswa menemukan dan memecahkan masalah sendiri berdasarkan minat dan keinginannya, dan bukan dipaksakan oleh guru sendiri.
8).          Ganjaran yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat belajar. Dorongan berupa pujian, penghargaan, oleh guru terhadap keberhasilan siswa dalam belajar dapat merangsang minat dan motivasi belajar yang lebih aktif.
9).          Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi adalah efektif untuk memelihara minat siswa. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan secara bervariasi dapat menciptakan suasana yang menantang dan menyenangkan bagi siswa, sehingga lebih men­dorong motivasi belajar.
10).       Minat khusus yang dimiliki oleh siswa bermanfaat dalam belajar dan pembelajaran. Minat khusus itu mudah ditransferkan menjadi minat untuk mempelajari bidang studi atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi.
11).       Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk merangsang minat belajar bagi siswa yang lamban, ternyata tidak bermakna bagi siswa yang tergolong pandai, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan. Karena itu, guru yang hendak membangkitkan minat belajar para siswa agar menyesuaikan upayanya dengan kondisi siswa bersangkutan.
12).       Kecemasan dan frustrasi yang lemah kadang-kadang dapat membantu siswa belajar menjadi lebih baik. Keadaan emosi yang lemah dapat mendorong perbuatan yang lebih energik. Guru hendaknya memperhatikan keadaan ini supaya dapat memanfaatkannya dalam proses pembelajaran.
13).       Kecemasan yang serius akan menyebabkan kesulitan belajar, dan mengganggu perbuatan belajar siswa, karena perhatiannya akan terarah pada hal lain. Akibatnya, kegiatan belajarnya men­jadi tidak efektif.
14).       Tugas-tugas yang terlampau sulit dikerjakan dapat menyebabkan frustrasi pada siswa, bahkan dapat mengakibatkan demoralisasi dalam belajar, yakni perbuatan yang tidak wajar (missal: mencon­toh). Karena itu guru harus mempertimbangkan tingkat kesulitan tugas yang akan diberikan kepada siswanya.
15).    Masing-masing siswa memiliki kadar emosi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada siswa yang mengalami kegagalan justru tumbuh semangatnya untuk belajar lebih giat. Ada pula siswa yang selalu mengalami keberhasilan justru menjadi cemas terhadap kemungkinan teriadinya kegagalan belajar. Stabilitas emosi perlu diadakan pembinaan.

BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
           Dalam bab penutup ini ada beberapa hal yang dapat saya simpulkan adalah sebagai berikut:
1.            Bahwa melaui pemberian motivasi dapat meningkatkan disiplin siswa Sekolah Dasar
2.            Bahwa melalui pemberian motivasi dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa Sekolah Dasar
3.            Bahwa melalui pemberian motivasi kepada siswa sikap dan pola tingkah laku siswa mengalami perubahan dari yang kurang berdisplin menjadi berdisiplin serta bertanggung jawab.
3.2. Saran
Ada beberapa hal yang perlu peneliti sarankan di sini yaitu:
1.            Bagi guru guru hendaknyalah dalam memberikan pelajaran selalu memperhatikan sikap disiplin siswa karena hal ini akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan sebelumnya.  Dan biasakan dalam memberikan sanksi disertai dengan bimbingan secara kontinu
2.            Kepada orang tua murid hendaknya selalu memperhatikan putra putrinya dalam belajar di rumah
3.            Kepada semua guru guru hendaknya selalu mencoba menerapkan  PTK demi inovasi dan kemajuan dalam bidang pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA
Ari Pudjiastuti,M.Pd, Dra,(Widyaiswara P4TK PKN dan IPS, Malang), Instrumen Penelitian, Diklat KTI 2007
Ahmad Rohani HM, DRS, dkk, Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta,    Jakarta, 1990
Heri Sukaraman, M.Sc.Ed, Dasar Didaktik dan Penerapannya Dalam  Pembelajaran,      Depdiknas Dirjen Pendasmen, Direktorat Tenaga  Kependidikan,Jakarta, 2003
Rosestyah N.K, Ny, Dra, Masalah  Masalah Ilmu Keguruan, Bina Aksara, Jakarta, 1986
Rosestyah N.K, Ny, Dra, Masalah Pengajaran  Sebagai suatuSistem, Bina  Aksara,Jakarta, 1986
Sofiyah Ramdhani ES, Kamus Lengkap Bahasa   Indonesia, Karya Agung, Surabaya, 2002
Tim Dosen FIP-IKIP Malang,  Dasar-Dasar Pengantar   Kependidikan, Usaha Nasional,          Surabaya, 1981

3 komentar:

  1. Did you know there's a 12 word sentence you can say to your man... that will induce deep feelings of love and instinctual attractiveness for you deep inside his chest?

    That's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, admire and protect you with all his heart...

    12 Words That Trigger A Man's Love Impulse

    This instinct is so hardwired into a man's genetics that it will drive him to try better than before to take care of you.

    Matter-of-fact, triggering this influential instinct is absolutely essential to getting the best ever relationship with your man that as soon as you send your man one of these "Secret Signals"...

    ...You will soon notice him expose his heart and mind to you in such a way he never expressed before and he will perceive you as the one and only woman in the galaxy who has ever truly interested him.

    BalasHapus