BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kenyataan yang terjadi pada saat ini
dilapangan, anak selalu kurang disiplin
dan kurang memiliki rasa tanggung jawab
di sekolah, tidak membuat pekerjaan
rumah, mencoret coret bangku, tidak biasa antre, pada saat upacara bendera
tidak tertib, tidak berpakian dengan rapi, sering datang terlambat, menyerahkan
tugas tidak tepat waktu, di dalam kelas selalu mengganggu teman, sering
berkelahi, kurang hormat pada guru. Hal hal ini merupakan dasar dalam pembentukan
watak dan kepribadian siswa. Kalau kebiasan ini tidak menemukan pemecahan
masalahnya maka tujuan pendidikan nasional akan sulit terwujud.
Berbagai faktor yang mempengaruhi
anak kurang menunjukkan sikap disiplin, diantaranya lemahnya perhatian orang
tua kepada anaknya dikarenakan orang tua
selalu sibuk dengan urusan ekonomi, orang tua yang otoriter, keluarga yang home
broken, pengaruh pergaulan dilingkungan sekitar anak , adanya perkembangan media elektronik, kurang demokratisnya pendekatan
dari orang tua maupun guru yang ada disekolah.
Dengan memberikan sanksi berjenjang
di sekolah pada siswa diharapkan dapat merubah sikap dari kurang disiplin dan
kurang bertanggung jawab menjadi anak yang berdisiplin dan bertanggung jawab.
1.2. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang
peneliti dapatkan adalah sebagai berikut.
- Bahwa pendidikan itu adalah suatu proses perkembangan pribadi seseorang yang banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar seseorang . Faktor luar salah satunya adalah pengaruh lingkungan terhadap diri siswa seperti alat pendidikan, metoda pendidikan, media pendidikan, sarana dan prasarana. Alat pendidkan salah satu diantaranya sanksi yang berjenjang. Hal ini tentu akan memberikan dampak terhadap pola tingkah laku dan kebiasaan siswa di sekolah dan selanjutnya akan dibawa dalam kehidupan selanjutnya.
- Dalam proses pendidikan yang berlangsung secara formal di sekolah guru sebagai pendidik, motivator, fasilitator akan sangat memberikan dampak terhadap perilaku dan kebiasan murid itu sendiri. Sebagai pendidik guru disekolah akan menjadi toladan bagi anak didik. Sikap dan perilakunya biasanya akan ditiru oleh anak didik.
- Sekolah dasar yang merupakan jenjang pendidikan dasar seharusnya menegakkan tata tertib sekolah seperti pada sekolah sekolah formal pada tingkat lebih tinggi. Dengan penegakaan peraturan yang berlaku disekolah tentu akan menjadi kebiasaan bagi siswa itu sendiri untuk belajar bertanggung jawab dan berdisiplin. Sekolah yang tidak menegakkan tata tertib, siswanya akan acuh tak acuh, karena apapun yang mereka ( siswa ) lakukan tidak akan pernah merasa ada resiko, beban yang akan dikenakan akibat bertingkah laku yang kurang baik atau bertingkah laku yang salah.
- Di dalam lingkungan sekolah siswa perlu mendapat pengawasan sehari hari dalam bertingkah laku dan bertindak. Pola tingkah laku itu hendaknya diarahkan kepada etika dan tata krama , sehingga menjadi kebiasaan yang mereka sehari hari. Jadi semua komponen dan pelaksana yang di sekolah harus pula berpola dan berbuat sesuai dengan etika dan tata krama yang berlaku.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Penerapan Sikap Disiplin Dalam Pendidikan.
Dalam arti yang luas disiplin mencakup
setiap macam pengaruh yang ditujukan untuk membantu siswa agar mereka dapat
mamahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan yang mungkin ingin ditujukan
siswa terhadap lingkungannya. Dengan disiplin siswa diharapkan bersedia untuk tunduk dan
mengikuti peraturan tertentu dan mejauhi larangan tertentu. Kesedian semacam
ini harus dipelajari dan harus secara sabar diterima dalam rangka memelihara
kepentingan bersama atau memelihara kelancaran tugas di sekolah, sehingga
tujuan pendidikan dapat tercapai. Jadi menegakkan desiplin tidak bertujuan
untuk” mengurangi kebebasan dan kemerdekaan peserta didik akan sebaliknya ingin
memberikan kemerdekaan yang lebih besar kepada peserta didik dalam batas batas kemampuannya . Akan tetapi
jika kebebasan peserta didik terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan
maka peserta didik akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan” ( Drs.
Ahmad Rohani HM dkk, ; 126 )
Sesuai dengan pendapat tersebut
desiplin yang dilaksanakan disekolah
terhadap siswa, siswa akan belajar hidup
dengan pembiasaan yang baik, positif dan
bermanfat bagi dirinya dan lingkungannya baik pada saat bersekolah maupun untuk
bekal hidup dikemudian hari. Tetapi pendekatan dengan penegakan disiplin
tersebut janganlah sampai membuat siswa tertekan, dan penerapannya harus pula
demokratis dalam artian mendidik.
Namun demikian mulianya tujuan
penegakan disiplin seringkali tidak mendapat respons yang positif dari siswa
hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Kepemimpinan guru atau kepala sekolah yang otoriter
yang menyebabkan sikap siswa yang agresif ingin brontak akibat kekangan dan
perlakuan yang tidak manusiawi,
b. Kurang diperhatikannya kelompok minoritas baik
yang berada diatas rata-rata maupun yang berada dibawah rata-rata dalam
berbagai aspek yang ada hubungannya dengan kehidupan di sekolah,
c. Siswa kurang dilibatkan dan diikutsertakan dalam
tanggung sekolah,
d. Latar belakang kehidupan keluarga dan
e. Sekolah kurang mengadakan kerja sama dan saling
melepas tanggung jawab.
Diantara penyebab pelanggaran tersebut pelanggaran yang
umum sering terjadi karena :
1. Kebosanan siswa dalam kelas, dikarenakan yang dikerjakan siswa monoton
tidak ada variasai dalam proses pembelajaran.
2. Siswa kurang mendapat perhatian dan apresiasi yang
wajar bagi mereka yang berhasil.
Untuk mengatasi hal ini seorang guru sebagai pendidik
harus memilih strategi, metoda dan berbagai pendekatan yang bervariasi agar
tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai.
Dalam rangka meningkatkan disiplin
dan rasa tanggung jawab siswa di sekolah, seorang guru harus menyatakan
peraturan dan konsekuensinya bila siswa
melanggarnya ” konsekuensi ini dilakukan secara bertahap dimulai dari
peringatan, teguran, memberi tanda cek , disuruh menghadap Kepala Sekolah dan
atau dilaporkan kepada orang tuanya tentang pelanggaran yan dilakukannya di
sekolah ”, ( Drs. Ahmad Rohani HM dkk, 1991; 131 ).
Sesuai dengan pendapat ini bahwa
pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan perilaku dan sikap mental dengan melatih
serta mengembangkannya ke arah nilai sikap yang positif. Untuk membina,
menumbuhkan sikap mental dan perilaku yang
baik ini, maka alat
pendidikan seperti menerapkan disiplin, memberi tugas dan tanggung jawab kepada siswa sesuai dengan
kemampuannya perlu dilakukan.
Pembinaan mental dan sikap ini dapat
dilakukan melalui sanksi yang berjenjang . Dengan demikian bekal pendidikan
yang berisi penambahan pengetahuan, ketrampilan
dan nilai-nilai serta sikap-sikap haruslah darahkan. Mengembangkan sikap
sikap yang cocok untuk tuntutan hidup dan kehidupan kini, disini dan akan
datang seperti sikap-sikap : hemat, sederhana, disiplin, selalu berikhtiar,
menghargai waktu, berorientasi pada masa depan, berusaha mengatasi alam,
misalnya menggunakan payung bila hujan,
percaya pada diri sendiri, bekerja untuk menaikkan prestasi, meminta upah atau
bayaran bila telah selesai menunaikan tugas dan sebagainya” ( Tim Dosen
FIP-IKIP Malang, Usaha Nasional,1980;
224 )
2.2. Penerapan Disiplin Melalui Pembiasaan.
Pembiasaan dengan disiplin di sekolah
akan mempunyai pengaruh yang positif bagi kehidupan peserta didik di masa yang
akan datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai suatu aturan yang
mengekang kebebasan peserta didik. Akan tetapi bila aturan ini dirasakan sebagai
suatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan diri sendiri
dan kebaikan bersama, maka lama kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik
menuju ke arah disiplin diri sendiri ( self discipline ).
Disiplin tidak lagi merupakan suatu
yang datang dari luar yang memberikan keterbatasan tertentu akan tetapi
disiplin telah merupakan aturan yang datang dari dalam dirinya sebagai suatu
hal yang wajar dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengalaman utama
dalam pelaksanaan disiplin akan memberikan kerangka dalam keteraturan
hidup selanjutnya. ”Disiplin diri sendiri hanya akan tumbuh dalam suatu suasana
di mana antara guru dan para peserta didik terjalin sikap persahabatan yang
berakar pada dasar saling hormat menghormati dan saling mempercayai,” ( Drs
Ahmad Rohani HM dkk,1991;134 ). Jadi sesuai dengan pendapat ini berarti
disiplin harus diterapkan dalam kerangka dan batas yang demokratis serta
pedagogis.
2.3. Pendidikan Melalui Tanggung Jawab.
Dalam buku” On Becoming A Personal
Excellent”, tahun 2006, hal 104, oleh Drs. Waidi, MBA.Ed, yang dikutif dari
buku ” Quantum Teaching, Dobbi Deporter
dkk, menyebutkan bahawa salah satu keberhasilan mendidik siswa adalah dengan
cara memberinya tanggung jawab” Demikian juga Soemarno Soedarsono dalam bukunya” Character Building” mengatakan
bahwa karakter seseorang dapat dibentuk dengan pemberian tanggung jawab.
Tanggung jawab merupakan indikator
penting bahwa seseorang memiliki nilai lebih : kualitas merupakan dambaan
banyak orang. Dalam setiap tindakan apabila tidak dilandasi tanggung jawab
biasanya seseorang akan ceroboh. Lebih jauh Soemarno Soedarsono mengatakan bahwa tanggung jawab merupakan hal yang
sangat urgen dalam pembentukan watak
seseorang . Oleh karena itu sudah saatnya dunia pendidikan kita harus merubah
orientasinya dari orientasi kognitif ke
arah orientasi afektif ( tanggung jawab
) atau dari orientasi kecerdasan intlektual ( IQ ) ke
arah kecerdasan spiritual ( SQ ) dan
emosional ( ESQ ).
Seseorang yang tidak mengambil
tanggung jawab tidak akan pernah belajar. Di dalam tanggung jawab ada sejumlah
media pembelajaran, seperti resiko,
kesulitan dan keberanian mental. Hal ini akan menyebabkan seseorang tumbuh
dewasa. Orang yang pintar, cerdas dan terampil apabila tidak memiliki tanggung
jawab tidak ada orang yang akan memanfaatkan keterampilannya tersebut.
Untuk itulah seorang anak dalam
proses pendidikan baik formal maupun non formal perlu dilatih agar memiliki
rasa tanggung jawab.
2.4. Interaksi Pendidikan.
Di dalam pendidikan, komunikasi
antara komunikator dan komunikan di
dalamnya terjadi umpan balik antara guru
dan murid. Intraksi semacam ini disebut interaksi edukatif, yaitu interaksi
yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan. Dalam interaksi semacam ini
terjadi siswa yang belajar dan guru yang mendidik serta mengajar keduanya untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Siswa yang belajar mengembangkan
potensi seoptimal mungkin, sehingga tujuan tercapai sesuai dengan apa yang
dicita-citakan di dalam dirinya. Dalam interaksi seperti ini siwa membutuhkan
situasi dan kondisi yang memungkinkan serta menunjang berkembangnya potensi
dalam dirinya. Siswa tidak sekedar sebagai objek saja, tetapi terutama sebagai
subyek yang belajar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam interaksi antara guru dan murid adalah :
- Interaksi bersifat edukatif,
- Dalam interaksi terjadi perubahan tingkah laku pada siswa sebagai hasil belajar-mengajar,
- Peranan dan kedudukan guru yang tepat dalam proses interaksi belajar-mengajar,
- Interaksi dalam proses belajar-mengajar,
- Sarana kegiatan proses belajar-mengajar yang tersedia, yang membantu tercapainya interaksi belajar-mengajar secara efektif dan efesien”, ( Dra.Ny.Roestiyah NK,.1986; 37 )
Jadi menurut pendapat tersebut
diatas maka dalam interaksi antara guru dan murid, guru berfungsi sebagai
pendidik, pengajar, pemimpin, fasilitator dan pengganti orang tua dirumah.
Sebagai pengajar artinya guru menyediakan situasi dan kondisi belajar siswa
untuk mencapai tujuan pendidikan artinya menyediakan seperangkat pengetahuan,
sikap dan ketrampilan serta sarana maupun prasarana. Guru sebagai pemimpin
artinya harus bersikap demokratis, terbuka mau mendengarkan pendapat orang
lain, keluhan, perasaan, ide muridnya, serta bersedia bekerjasama, saling
mengerti dan toleransi. Jadi guru tidak berkuasa penuh, bertindak atas
pertimbangan menguntungkan dirinya saja, tanpa memikirkan kepentingan siswanya.
Disamping itu guru tidak boleh bersifat masa bodoh, melainkan mau bekerjasama
dalam mencapai tujuan bersama untuk kesejahteraan siswanya.
Dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan hubungan guru dan murid, sering terjadi hambatan-hambatan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Hambatan-hambatan itu dikarenakan siswa kurang berdisiplin tidak menghormati
guru dan selalu mengganggu temannya yang sedang belajar kurang memiliki rasa
tanggung jawab. Dalam hal seperti inilah, maka peranan guru sebagai pemimpin dalam
menentukan strategi, memilih metode dan pendekatan yang bervariasi untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Perilaku siswa dalam
interaksi seperti ini ada yang positif dan negatif. Perilaku yang positif perlu
mendapat apresiasi, pujian, dan pemberian hadiah. Seorang ahli yang terkenal
Thorndike, dalam buku psikiologi pendidikan oleh Toya,1985, 42 menyebutkan
”respons yang dihargai cenderung diulang pada situasi tertentu, sedang respons
yang tidak diberi penghargaan cenderung untuk tidak diulang”.
Sesuai dengan pendapat ini berarti,
tingkah laku apapun yang dilakukan siswa baik didalam kelas maupun di luar
kelas yang bersifat positif perlu diberikan aspresiasi. Disamping memberikan
penghargaan dalam interaksi dikenal pula hukuman atau sanksi. Hukuman atau
sanksi serta penghargaan, apresiasi yang diberikan kepada siswa harus
didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: a. Penghargaan atau hukuman
diberikan atas dasar fungsi yang sebenarnya artinya pada situasi tertentu
penghargaan atau hukuman perlu diberikan secara tepat. b. Penghargaan atau
hukuman diberikan disesuaikan dengan tingkah laku dan kepribadian siswa. c.
Penghargaan atau hukuman harus dikaitkan dengan tujuan yang jelas artinya
diarahkan untuk mempermudah proses pendidikan.
Jadi dalam memberikan sanksi atau
hukuman kepada siswa dapat menekan tingkah laku yang kurang baik. Sedangkan
apresiasi atau penghargaan dapat menumbuhkan sikap dan perilaku yang dapat
diulang pada situasi dan kondisi yang tepat. Dengan demikian apapun bentuk dan
model intraksi edukatif disekolah pada umumnya untuk mencapai tujuan
pendidikan. Sesuai dengan pendapat bahwa,” intraksi belajar mengajar pada
hakekatnya bermaksud mengantarkan siswa
mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya” ( Suprayekti, M.Pd, 2003; 6
)
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Kurang
Disiplin
Sikap siswa kurang desiplin di
sekolah dipengaruhi dari berbagai faktor. Hal ini karena siswa berasal dari berbagai latar belakang
kehidupan sosial ekonomi maupun derajat pendidikan orang tuanya.
Faktor –faktor tersebut diantaranya adalah
a.
Sekolah kurang menerapkan disiplin.
Sekolah yang kurang menerapkan disiplin, maka siswa biasanya kurang bertanggung jawab karena
siswa menganggap tidak melaksanakan
tugas pun di sekolah tidak dikenakan
sanksi, tidak dimarahi guru.
b.
Teman bergaul. Anak yang bergaul
dengan anak yang kurang baik perilakunya
akan berpengaruh terhadap anak yang diajaknya berintraksi sehari hari..
c.
Cara hidup di lingkungan anak
tinggal. Anak yang tinggal di lingkungan
hidupnya kurang baik, maka anak akan cendrung bersikap dan berperilaku kurang
baik pula.
d.
Sikap orang tua. Anak yang
dimanjakan oleh orang tuanya akan cendrung kurang bertanggung jawab dan takut
menghadapi tantangan dan kesulitan kesulitan, begutu pula seballiknya anak yang
sikap orang tuanya otoriter, maka anak akan menjadi penakut dan tidak berani
mengambil keputusan dalam bertindak.
e.
Keluarga yang tidak harmonis. Anak
yang tumbuh dikeluarga yang kurang harmonis ( home broken ) biasanya akan
selalu mengganggu teman dan sikapnya kurang disiplin.
f.
Latar belakang kebiasan dan budaya.
Budaya dan tingkat pendidikan orang tuanya akan berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku anak. Anak yang hidup dikeluarga yang baik dan tingkat pendidikan
orang tunya bagus maka anak akan cendrung berperilaku yang baik pula.
Bedasarkan uraian tersebut di atas
maka sikap disiplin dan bertanggung jawab siswa sangat dipengaruhi oleh faktor
eksternal. Bukan semat-mata dipengaruhi oleh faktor internal. Hal ini sesuai
dengan pendapat ahli filsafat John Locke
( 1632 – 1704) mengajarkan” bahwa perkembangan pribadi ditentukan oleh
faktor-faktor lingkungan terutama pendidikan. Beliau berkesimpulan bahwa tiap
individu lahir sebagai kertas putih dan
lingkungan tersebutlah yang akan ”menulisi” kertas putih tersebut” ( Tim Dosen
IKIP Malang,1980,12).
Jadi dengan demikian, bahwa
lingkungan yang baiklah yang dapat membentuk dan membina pribadi yang ideal,
dan buakan semata-mata dari bakat anak tersebut.
2.6.
Sanksi Sebagai Alat Pendidikan.
Alat pendidkan adalah segala usaha
atau tindakan yang dengan sengaja digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Penggunaan alat pendidikan harus disesuaikan dengan tujuan , keadaan
siswa, situasi pendidikan dan lingkungan pendidikan.
Sering terjadi tindakan para pendidik memberikan
kesan kurang mendidik bagi siswa. Hal ini akan menimbulkan hilangnya
kepercayaan siswa terhadap para pendidik atau guru di sekolah. Kerena banyak
siswa yang selalu mengidentifikasikan diri dengan citra ( profil ) para
pendidik yang selalu dihormati. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang tokoh
pendidik Salzman, Beliua menulis buku ” Buku Semut” , ”Buku Kepiting”.” Dalam Buku
Kepiting terlihat gambar pada halaman buku seekor induk kepiting dan
anaknya sedang mengikuti induknya: ” Nak, jalan ikuti ibu”. Anak menjawab” Ya, bu saya memang
mengikuti jalannya ibu. Karena ibu berjalan begitu, maka saya juga berjalan
demikian” ( Tim Dosen IKIP Malang, 1980,34 )
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
proses pendidikan akan berlangsung dengan cara meniru atau mengikuti pola
tingkah laku seorang tokoh. Dalam hal ini gurulah yang menjadi tokoh bagi anak
di sekolah di samping pula orang tua di rumah.
2.7. Hal-hal yang perlu diketahui
guru dalam menerapkan sikap
disiplin dan tanggung jawab pada siswa.
Dalam menerapkan sanksi terhadap
tindakan melanggar disiplin dan tanggung jawab pada siswa, perlu diperhatikan
informasi tentang diri siswa itu sendiri. Tanpa mengetahui informasi tersebut
guru akan kesulitan dalam menerapkan bimbingan menuju kearah perubahan perilaku
yang positif.
S
Nasuton ( 2002 ) memerinci hal-hal yang
harus diketahui guru tentang diri anak adalah:”
a)
Keterangan pribadi anak, nama orang
tua/wali,tanggal masuk
b)
Kepandaian : angka
rapor,hasil-hasil tes dan tingkat kelas
c)
Kesehatan”penyakit-penyakit,cacat
badan dan kebiasaan hidup, serta perkembangan berat badan, tinggi badan dan
sebagainya
d)
Keadaan rumah , pekerjaan ibu, bapak,
pendidikan orang tua, agama orang tua, suasana rumah dan sebagainya
e)
Riwayat sekolah: kerajinan
bersekolah, kemangkiran, hukuman yang diperoleh, hadiah dan pujian
f)
Kesanggupan siswa istimewa, hobi
g)
Sifat-sifat pribadi ( watak ), suka
bergaul, pendiam, jujur dan sebagainya
h) Cita cita untuk kemudian hari” ( Heri Sukarman,
M.Sc.Ed, 20037 )
Sejalan dengan pendapat ini bahwa tanpa mengenal pribadi
siswa seacara dekat maka proses pendidikan akan sulit dilakukan, karena siswa
memiliki berbagai latar belakang, watak atau karakter tersebut diatas.
2.8. Pengertian Motivasi
Mc Donald (1959)
merumuskan, bahwa "Motivation is an energy
change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction", yang diartikan, bahwa motivasi adalah suatu
perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan. Dalam rumusan
tersebut ada tiga unsur yang saling berkaitan, ialah sebagai berikut:
a.
Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam
pribadi. Perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh perubahan tertentu pada
sistem neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya : karena
terjadinya perubahan dalam sistem pencernaan maka timbul motif lapar. Di
samping itu, ada juga perubahan energi
yang tidak diketahui.
b.
Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan (affective
arousal). Mula-mula berupa ketegangan
psikologis, lalu berupa suasana emosi.
Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang bermotif. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya. Contoh : seseorang terlibat dalam suatu diskusi,
dia tertarik pada masalah yang belum
dibicarakan, karenanya dia bersuara/mengemukakan pendapatnya dengan
kata-kata yang lancar dan cepat.
c.
Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi
untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi
memberikan respons-respons ke arah suatu
tujuan tertentu. Respons-respons itu berfungsi mengurangi ketegangan
yang disebabkan oleh perubahan energi dalam diriinya. Tiap respons merupakan suatu langkah ke
arah mencapai tujuan. Contoh: si A
ingin mendapat hadiah, maka ia belajar misalnya mengikuti ceramah, bertanya, membawa buku, menempuh tes, dan sebagainya.
Komponen-komponen motivasi. Motivasi memiliki dua komponen, yakni komponen dalam (inner component) dan
komponen luar (outer component).
Komponen dalam ialah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, ketegangan
psikologis. Komponen luar ialah keinginan, dan tujuan yang mengarahkan
perbuatan seseorang. Komponen dalam adalah kebutuhan-kebutuhan
yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan
yang hendak dicapai.
Analisis motivasi. Antara kebutuhan - motivasi - perbuatan atau tingkah
laku, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan dan kaitan yang erat.
Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi. Adanya motivasi karena
seseorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan
tertentu pula. Apabila tujuan tercapai, maka ia merasa puas. Tingkah laku yang memberikan kepuasan
terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang kembali, sehingga menjadi
lebih kuat dan mantap.
1).
Motivasi dan kebutuhan. Kebutuhan adalah
kecenderungan-kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan
dorongan melakukan suatu perbuatan/tindakan untuk mencapai
tujuan. Kebutuhan timbul karena adanya perubahan dalam diri organisme, atau disebabkan oleh rangsangan
kejadian-kejadian di lingkungan organisme. Kebutuhan tersebut
mendorong/menimbulkan dorongan atau
motivasi bagi seseorang untuk bertingkah laku/melakukan
perbuatan tertentu.
2).
Motivasi dan drive. Drive adalah suatu perubahan
dalam struktur neurophysiologis yang
menjadi dasar organik daripada perubahan energi,
yang disebut motivasi. Dengan kata lain, motivasi timbul disebabkan oleh perubahan-perubahan neurophysiologis. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi
dan drive ternyata sangat erat.
3).
Motivasi dan tujuan. Tujuan
adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu perbuatan, yang
apabila tercapai akan memuaskan kebutuhan individu. Tujuan yang jelas dan disadari
akan mempengaruhi kebutuhan yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya motivasi. Ini berarti, bahwa
suatu tujuan dapat juga membangkitkan
motivasi dalam diri seseorang.
4). Motivasi
dan insentif. Insentif ialah hal-hal yang disediakan oleh lingkungan
dengan maksud merangsang siswa bekerja lebih giat dan lebih baik. Insentif dapat berupa hadiah, harapan. Lingkungan berupa
guru atau orang lainnya yang berupaya mendorong motivasi
siswa. Insentif dapat memuaskan atau tidak memuaskan kebutuhan
siswa. Insentif dapat menjadi identik dengan tujuan atau
menjadi tujuan itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara motivasi dan insentif
sangat erat.
Guru-guru sering menggunakan
insentif untuk membangkitkan motivasi kepada peserta didik untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan.
Insentif ini akan bermanfaat bila mengandung tujuan yang dapat memberi kepuasan kepada
kebutuhan psikologis peserta didik. Dalam
keadaan ini, guru harus kreatif dan imajinatif dalam upaya menyediakan insentif tersebut.
2.9. Pentingnya Motivasi dalam Upaya Belajar
dan Pembelajaran
Motivasi dianggap penting dalam upaya belajar dan
pembelajaran dilihat dari segi fungsi
dan nilainya atau manfaatnya. Uraian di atas menunjukkan,
bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Fungsi motivasi adalah
:
1). mendorong, timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya
belajar.
2). motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya
mengarahkan perbuatan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
3). motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi
akan menentukan cepat atau
lambatnya suatu pekerjaan.
Guru bertanggung jawab melaksanakan sistem
pembelajaran agar berhasil dengan baik. Keberhasilan ini bergantung
pada upaya guru membangkitkan motivasi belajar siswanya. Pada garis
besarnya motivasi
mengandung nilai-nilai, sebagai berikut :
1). Motivasi menentukan tingkat berhasil atau
gagalnya kegiatan belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai
keberhasilan secara optimal.
2).
Pembelajaran yang
bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada
diri siswa. Pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.
3).
Pembelajaran yang
bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinitas guru untuk berupaya
secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru hendaknya
berupaya agar para siswa memiliki motivasi
sendiri (self motivation) yang baik.
4).
Berhasil atau
gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam
proses pembelajaran berkaitan dengan upaya
pembinaan disiplin kelas. Masalah disiplin kelas dapat timbul karena kegagalan dalam penggerakan motivasi
belajar.
2.10. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar
Berdasarkan
hasil penelitian yang saksama tentang upaya yang mendorong motivasi belajar siswa, khususnya pada sekolah yang menganut
pandangan demokrasi pendidikan dan yang mengacu pada pengembangan self
motivation. Kenneth H. Hoover, mengemukakan prinsip-prinsip motivasi belajar,
sebagai berikut :
1).
Pujian lebih efektif daripada hukuman. Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan pujian
bersifat menghargai apa yang telah dilakukan. Karena itu, pujian lebih efektif
dalam upaya mendorong motivasi belajar siswa.
2).
Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang
bersifat dasar) yang perlu mendapat kepuasan.
Kebutuhan-kebutuhan itu berwujud dalam bentuk yang berbeda-beda. Siswa yang
dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif melalui kegiatan-kegiatan belajar
hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi belajar.
3). Motivasi yang bersumber
dari dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi yang
berasal dari luar. Motivasi dari dalam memberi
kepuasan kepada individu sesuai dengan ukuran yang ada dalam diri siswa itu
sendiri.
4).
Tingkah laku (perbuatan) yang serasi
(sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan penguatan
(reinforcement). Apabila suatu perbuatan belajar mencapai tujuan, maka
terhadap perbuatan itu perlu segera diadakan pengulangan kembali setelah
beberapa waktu kemudian, sehingga hasilnya
lebih mantap. Penguatan
perlu dilakukan pada setiap
tingkat pengalaman belajar.
5).
Motivasi
mudah menjalar kepada orang lain. Guru yang berminat dan antusias dapat
mempengaruhi siswa, sehingga berminat dan antusias pula, yang pada gilirannya
akan mendorong motivasi rekan-rekannya, terutama dalam kelas bersangkutan.
6).
Pemahaman
yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi belajar. Apabila
siswa telah menyadari tujuan belajar dan pembelajaran
yang hendak dicapainya, maka perbuatan belajar ke arah tujuan tersebut akan meningkat, karena daya
dorongnya menjadi lebih besar.
7).
Tugas-tugas
yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat
yang lebih besar untuk melaksanakannya daripada tugas-tugas yang dipaksakan dari
luar. Guru perlu memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan memecahkan masalah sendiri
berdasarkan minat dan keinginannya, dan bukan dipaksakan oleh guru sendiri.
8).
Ganjaran
yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat belajar. Dorongan berupa pujian, penghargaan, oleh guru terhadap
keberhasilan siswa dalam belajar dapat merangsang minat dan motivasi
belajar yang lebih aktif.
9).
Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi adalah
efektif untuk memelihara minat siswa. Strategi
pembelajaran yang dilaksanakan secara
bervariasi dapat menciptakan suasana yang menantang
dan menyenangkan bagi siswa, sehingga lebih mendorong motivasi belajar.
10). Minat khusus yang dimiliki oleh siswa bermanfaat
dalam belajar dan pembelajaran. Minat khusus itu mudah ditransferkan menjadi minat untuk mempelajari bidang studi atau
dihubungkan dengan masalah tertentu
dalam bidang studi.
11). Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk merangsang minat belajar
bagi siswa yang lamban, ternyata tidak bermakna bagi siswa yang tergolong pandai, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan.
Karena itu, guru yang hendak membangkitkan minat belajar para siswa agar menyesuaikan upayanya dengan kondisi siswa bersangkutan.
12). Kecemasan dan frustrasi yang lemah kadang-kadang
dapat membantu siswa belajar menjadi lebih baik. Keadaan emosi yang lemah dapat mendorong perbuatan yang lebih
energik. Guru hendaknya memperhatikan
keadaan ini supaya dapat memanfaatkannya dalam proses pembelajaran.
13). Kecemasan yang serius akan
menyebabkan kesulitan belajar, dan
mengganggu perbuatan belajar siswa, karena perhatiannya akan terarah pada hal lain. Akibatnya, kegiatan belajarnya menjadi tidak efektif.
14). Tugas-tugas yang terlampau sulit dikerjakan
dapat menyebabkan frustrasi pada
siswa, bahkan dapat mengakibatkan demoralisasi dalam belajar, yakni perbuatan yang tidak wajar (missal:
mencontoh).
Karena itu guru harus mempertimbangkan tingkat kesulitan tugas yang akan
diberikan kepada siswanya.
15).
Masing-masing siswa memiliki kadar emosi yang berbeda
satu dengan yang
lainnya. Ada
siswa yang mengalami kegagalan justru
tumbuh semangatnya untuk belajar lebih giat. Ada pula siswa yang selalu mengalami
keberhasilan justru menjadi cemas terhadap
kemungkinan teriadinya kegagalan belajar. Stabilitas emosi perlu
diadakan pembinaan.
BAB 3
KESIMPULAN DAN
SARAN
3.1.
Kesimpulan
Dalam bab penutup ini ada beberapa
hal yang dapat saya simpulkan adalah sebagai berikut:
1.
Bahwa melaui pemberian motivasi
dapat meningkatkan disiplin siswa Sekolah Dasar
2.
Bahwa melalui pemberian motivasi
dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa Sekolah Dasar
3.
Bahwa melalui pemberian motivasi
kepada siswa sikap dan pola tingkah laku siswa mengalami perubahan dari yang
kurang berdisplin menjadi berdisiplin serta bertanggung jawab.
3.2. Saran
Ada beberapa hal yang perlu peneliti sarankan di sini
yaitu:
1.
Bagi guru guru
hendaknyalah dalam memberikan pelajaran selalu memperhatikan sikap disiplin
siswa karena hal ini akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran
yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dan
biasakan dalam memberikan sanksi disertai dengan bimbingan secara kontinu
2.
Kepada orang tua murid hendaknya
selalu memperhatikan putra putrinya dalam belajar di rumah
3.
Kepada semua guru guru hendaknya
selalu mencoba menerapkan PTK demi
inovasi dan kemajuan dalam bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ari
Pudjiastuti,M.Pd, Dra,(Widyaiswara P4TK PKN dan IPS, Malang), Instrumen Penelitian, Diklat KTI 2007
Ahmad Rohani HM, DRS, dkk,
Pengelolaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta, 1990
Heri
Sukaraman, M.Sc.Ed, Dasar Didaktik dan Penerapannya Dalam Pembelajaran, Depdiknas Dirjen Pendasmen, Direktorat
Tenaga Kependidikan,Jakarta, 2003
Rosestyah N.K, Ny, Dra,
Masalah Masalah Ilmu Keguruan, Bina
Aksara, Jakarta,
1986
Rosestyah N.K, Ny, Dra, Masalah Pengajaran Sebagai suatuSistem, Bina Aksara,Jakarta,
1986
Sofiyah Ramdhani ES, Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia,
Karya Agung, Surabaya,
2002
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Dasar-Dasar Pengantar Kependidikan, Usaha Nasional, Surabaya,
1981
Terimakasih informasinya
BalasHapusizin copas gan
BalasHapusDid you know there's a 12 word sentence you can say to your man... that will induce deep feelings of love and instinctual attractiveness for you deep inside his chest?
BalasHapusThat's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, admire and protect you with all his heart...
12 Words That Trigger A Man's Love Impulse
This instinct is so hardwired into a man's genetics that it will drive him to try better than before to take care of you.
Matter-of-fact, triggering this influential instinct is absolutely essential to getting the best ever relationship with your man that as soon as you send your man one of these "Secret Signals"...
...You will soon notice him expose his heart and mind to you in such a way he never expressed before and he will perceive you as the one and only woman in the galaxy who has ever truly interested him.